Oleh : Iwan
Setio Budi
Editor: Novisal Bahar
Saya mewakili teman-teman
Yayasan Al-Ummah
ingin menceritakan pengalaman kami ketika mengajar di
Lumumba
yang sekarang ini diurus oleh komunitas Gerlik Surabaya. Bulan ramadhan tahun ini bagi kami adalah bulan yang sangat istimewa, berbeda dengan
bulan ramadhan sebelumnya, karena pada ramadhan
tahun ini kami memiliki program Al-Ummah mengajar untuk anak-anak Lumumba. Iya, mengajar di kampung
Lumumba
sebelah stasiun Wonokromo.
Saat pertama kali kami
datang di Gubuk Lumumba (tempat mereka belajar), kami cukup kaget dengan
kondisi mereka, kami melihat tingkah mereka tidak seperti anak kecil biasanya. Bagaimana tidak?
kami melihat pintu dipanjat oleh mereka
layaknya sebatang
pohon, mereka melakukan
gerakan-gerakan salto yang idealnya dilakukan
dengan matras namun mereka melakukannya
tanpa alat pengaman apapun, ada yang pukul-pukulan,
tending-tendangan, dorong-dorongan sampai
jatuh tak jarang
pula mereka menangis karena perbuatannya itu. Itu masih dari tindakan saja, yang bikin kaget
lagi dari kata-kata mereka, seperti yang diceritakan oleh teman-teman
pengajar Al-Ummah,
bahwa salah satu mereka tiba tiba mendekat dan bicara “mas, nyeleh hp.ne
mas, onok film xxxx.e ta?” salah satu rekan kami cukup kaget dan tak habis pikir lagi yang bilang itu adalah anak yang masih
SD, tidak hanya itu seringkali mereka melontarkan kata-kata jorok
yang seharusnya
tidak layak diucapkan
anak seumuran mereka dan hampir semua anak yang berbicara seperti itu. Ketika
kami mencoba untuk mengenal mereka lebih dalam
lagi, ternyata sebagian
besar mereka memiliki
kesulitan dalam hal membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu dari mereka yang membuat kami terheran-heran dibuatnya,
kenapa hal itu bisa terjadi? Dari sekian soal yang kami berikan yang menjadi sorotan kami adalah “Lima
belas dikurangi sembilan berapa anak-anak?”
mereka pun
menjawab “delapan satu”. melihat hasil seperti itu kami cukup
kaget, apalagi itu adalah hasil kerjaan anak yang sudah duduk di bangku 4 SD,
apalagi masalah baca tulis mereka, hmmm membuat
kita mau putus asa.
Namun setelah kami
berfikir sejanak, muncullah rasa optimis kembali
dalam diri kami, kami percaya bahwa mereka sama seperti kita, mereka juga
memiliki potensi untuk bisa, hanya kesempatanlah yang membedakannya, oleh sebab
itu kami pengajar muda Al-Ummah tergerak untuk memberikan uluran tangan kita
dengan memberikan kesempatan yang sama kepada mereka, yakni memberikan
pendidikan kepada mereka, karena hanya dengan pendidikanlah mereka bisa berubah
menjadi lebih baik. Berlandaskan semangat yang kuat dan orientasi untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa akhirnya kami bertekad untuk mengajar mereka
selama bulan ramadhan ini. Dengan ikrar demikian maka mewajibkan kita untuk
berfikir ekstra, bagaimana metode belajar yang pas buat mereka, sehingga mereka dapat mengalami perubahan
dalam waktu kurang dari 1 bulan ini. Hingga
akhirnya kami menemukan bahwa metode yang pas buat
mereka adalah belajar sambil bermain. Iya, kami menggunakan metode ini
mengingat kondisi mereka
tergolong masih kecil secara refleknya senantiasa adalah bermain.
Dalam melakukan
pembelajaran kami pun dibantu dengan komunitas Gerlik Surabaya sehingga suasana
belajar yang kondusif mampu mereka peroleh.
Setelah melalui diskusi
yang panjang akhirnya muncullah beberapa ide,
seperti games edukasi untuk melatih berhitung,
kita membuat games hitung lantai yang mana game ini seperti main ular tangga,
dan kami merasa games ini dapat mereka melakukan dengan
mudahnya. Untuk melatih
kelancaran membacanya kita menggunakan games balas pantun yang mana anak-anak dibagi dalam beberapa kelompok kemudian
mereka disuruh membacanya, tentunya masih
dalam bimbingan kami, dan untuk menarik supaya mereka mau membacanya
kami membuat pantun itu di tempel pada kertas yang berbentuk love, iya bentuk
love, kami sengaja membuatnya
demikian karena mereka sangat tertarik pada hal-hal yang berbau itu apalagi bentuknya aneh, pasti mereka suka. Ada juga games untuk melatih menulis, setelah mereka mewarnai
kaligrafi dengan kreasinya masing-masing, mereka harus mampu menulis
arti dari kaligrafi yang kami berikan ke mereka dalam bahasa Indonesia. Dan kami bersama-sama membuat kerajianan
tangan, tentunya dengan tujuan mengasah daya kreativitas anak-anak. Dengan berbagai upaya dan evaluasi yang senantiasa kami
lakukan akhirnya berbuah hasil juga. Ditiap kepengajaran yang kami berikan memberikan perubahan yang cukup signifikan,
yang diawal mereka kurang menghargai kedatangan kami akhirnya mereka mulai care dengan kami, yang awalnya mereka
tidak mau belajar membaca, menulis, dan berhitung
akhirnya mereka mulai mau, yang awalnya mereka sangat ‘semrawut’
ketika proses belajar akhirnya mereka mulai tertib, dan mereka mulai bisa beradaptasi dengan peraturan
yang kita buat.
Ini semua berkat kerja keras serta niat yang ikhlas dari segenap pengajar di
Lumumba.
Sungguh luar biasa
pengalaman mengajar
di Gubuk Lumumba ini,
dari program ini kami bisa melatih komunikasi, kami bisa lebih berempati kepada
sesama, kami bisa melatih kesabaran kami dalam menghadapi anak-anak, kami lebih bisa kreatif untuk
menciptakan materi-materi kepengajaran agar mereka tidak mudah bosan. Besar harapan kami, dengan
pembelajaran yang telah kami berikan kepada mereka
bisa menjadikan mereka lebih baik, lebih sopan, lebih memiliki karakter,
dan tentunya bisa menjadikan mereka anak
yang mampu mengharumkan nama bangsa kita yang
tercinta ini, yakni bangsa INDONESIA. Amiin..
BALAS PANTUN: "Buah manggis buah kedondong, adik manis sini aku gendong". hehehe. Yuk mari, belajar melalui berpantun. |
POHON HARAPAN: Anak-anak Lumumba menempelkan cita-citanya di pohon harapan. Hmmm, kira-kira harapan mereka apa ya?? |
HADIAH PARA JUARA: Inilah anak-anak yang meraih juara lomba mewarnai kaligrafi. Selamat ya Candra, Rani, Dilla!! |
Inilah kesan mereka yang selama
ini mengajar di Gubuk kami, biasa yang kami gunakan untuk belajar, bermain, bersenda-gurau, saling curhat dan lain sebagainya. Kami sadar bahwa yang kami lakukan untuk mereka jauh dari kata sempurna, posisi kami pun sama seperti mereka, yakni sama-sama saling belajar untuk menjadi lebih baik lagi. Kami akan selalu berusaha untuk tampil yang terbaik, walaupun menurut mereka usaha kami masih dipandang sebelah mata. Tak apa, pengakuan tidak penting bagi kami. Oleh karena itu dengan melalui artikel yang dibuat oleh rekan kami, Mas
Iwan, kami jadikan sebuah tamparan baik, agar kedepannya kami (Komunitas Gerlik
Surabaya) lebih bersemangat dalam menabur ilmu, dan menggapai mimpi merajut asa
bersama mereka adalah harapan kami semua..
0 komentar:
Posting Komentar