;
twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

1/16/2015 06:25:00 AM
0
Pesta demokrasi lima tahunan diwarnai dengan berbagai macam kondisi yang memang benar-benar menguras waktu, tenaga, pikiran, serta emosi. Bukan calon presiden, wakil presiden dan partai pengusungnya yang merasakan hangatnya perhelatan pilpres kali ini melainkan masyarakat juga turut andil dalam memeriahkan pesta demokrasi tersebut. Pasalnya dari 12 partai nasional hanya berhasil mengusung 2 kandidat presiden terkuat yang akan memimpin bangsa Indonesia 5 tahun kedepan. Yakni pasangan nomor satu Prabowo Subianto – Muh. Hatta dan pasangan nomor dua Jokowi – Jusuf Kalla.


Di dalam proses perhelatan pilpres 2014 berlangsung, membuat masyarakat dibuat resah kembali dengan adanya kampanye hitam yang terdapat pada social media, Kubu Prabowo dan Jokowi saling adu ‘jotos’ dan saling menjatuhkan satu sama lain. tidak heran sebagian besar masyarakat terbius atau larut dengan aksi para oknum yang tidak bertanggung jawab, karena kita dapat mengetahui bahwasannya Bangsa Indonesia terbesar keempat di dunia pengguna social media.

Namun dewasa ini sudah semakin kritis menanggapi kampanye hitam di social media, masyarakat sudah mampu memilih dan memilah informasi mana yang baik dan benar. Dengan keyakinan serta harapan besar untuk memiliki sosok pemimpin yang mengerti kebutuhan masyarakat, bukan mendambakan seorang pemimpin yang sekedar menampung aspirasi saja melainkan merealisasikan aspirasi tersebut. Harapan-harapan itulah yang menjadikan partisipasi dalam memilih presiden meningkat drastis.

Didalam analisis saya terhadap evaluasi pilpres 2014 akan mengkaji empat indikator, antara lain: (1) penegakkan hukum, (2) stabilitas keamanan, (3) partisipasi masyarakat, (4) profesionalisme penyelenggara pemilu dengan aparat keamanan. Dari berbagai aspek yang kita jadikan indikator itulah saya dapat mengambil kesimpulan tentang bagaimana pelaksanaan pilpres secara umum.


Penegakan hukum
Didalam konteks penegakan hukum, merupakan upaya pengimplementasikan aturan pilpres yang harus ditaati bersama, namun dalam pengimplementasiaanya terdapat kesalahan atau pelanggaran yang tidak diinginkan, contohnya yang marak terjadi pada proses demokrasi yaitu kampanye hitam. Kesulitan tersendiri untuk menangani kampanye hitam ini sebagian besar karena pengunaan media sosial yang memberi kelonggaran pada akun-akun anonim untuk propaganda politik hitam.  Karena itu memerlukan sinergi dari pihak-pihak terkait untuk dapat mengantisipasi dikemudian hari. Saya mengapresiasi kepada pihak-pihak terkait yang sangat responsive dalam menangani kasus ini guna meminimalisirkan potensi gangguan. Lihat saja langkah yang dilakukan oleh Polri dalam hal penanganan kasus Obor Rakyat, maupun langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang telah memanggil media partisan dan memberikan teguran tertulis pada sejumlah stasiun televisi seperti Metro TV, kompas TV, TVOne, dan MNC group. Dalam sengketa pilpres dari pihak prabowo kurang puas dengan putusan real count KPU, karena tim Prabowo menganggap KPU tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Lalu tim prabowo menggugat perkara tersebut ke Mahkamah Konstitusi selaku lembaga tertinggi hukum negara. Mahkamah konstitusi berwenang mengusut tutas masalah-masalah  sengketa pilpres, selain itu hasil keputusan MK bersifat final, terikat, dan tidak dapat diganggu gugat. akhirnya semua gugatan prabowo di tolak MK dikarena bukti-bukti kurang kuat, hal ini menunjukkan bahwa MK dalam menjalankan tugasnya sangat profesional, independen sebelumnya kita ketahui bahwa anggota dari MK tersebut kebanyakan tergabung ke dalam partai Koalisi Merah Putih. Dengan ditolaknya gugatan Prabowo maka mengantarkan Jokowi – JK sebagai pemimpin Indonesia lima tahun kedepan.

Stabilitas keamanan
Didalam konteks stabilitas keaman berjalan dengan kondusif, hingga jelang pemungutan suara belum ditemukan kasus gangguan keamanan yang nantinya akan menghambat tahapan pilpres. Gangguan keamanan hanya bersifat sporadis artinya hanya tempat-tempat tertentulah yang berpotensi rawan timbulnya gangguan seperti, Aceh dan Papua yang melibatkan teror psikologis masyarakat untuk bertindak golput atau memilih salah satu calon dan nantinya salah satu calon tersebut akan mendapatkan angka yang fantastis yaitu 100%. Hal ini yang sangat merugikan kubu lawan karena menganggap masyarakat tidak dapat menegakkan prinsip independensi dengan baik atau memilih sesuai dengan hati nurani mereka sendiri. Dalam Intensitas dan skala gangguan keamanan secara umum masih terkendali dan tidak memberikan dampak berarti terhadap pelaksanaan pilpres.  Stabilitas keamanan ini tentu atas kerja keras aparat keamanan seperti kepolisian, TNI, Intelejen yang telah menjalankan tugasnya dengan baik dalam mendeteksi dan mengantisipasi potensi ancaman.  Selain itu, kesadaran masyarakat tentang arti penting suksesnya Pilpres bagi masa depan bangsa telah mengarahkan masyarakat untuk mengembangkan sistem kewaspadaan dini dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang mencoba memancing emosi mereka.

Partisipasi Masyarakat
Dalam konteks partisipasi masyarakat merupakan hal yang paling penting dalam proses pesta demokrasi. Berhasil atau tidaknya pilpres tersebut bukan dilihat dari kuantitas pemilih untuk menggunakan hak pilihnya tetapi melihat secara keseluruhan. Misalnya, pertama masyarakat sangat antusias dalam keterlihatannya saat kampanye atau mobilisasi massa, memang massa merupakan elemen penting dalam kegiatan-kegiatan politik mereka. Kedua, sangat antusias menyaksikan isu-isu dari awal hingga akhir tahapan pilpres dan ketiga, hal yang sederhana mereka tunjukkan ketika hasil quick count yang begitu kontroversial menjadi rujukan utama untuk memastikan siapa yang menang menjadi presidennya. Meski quick count tersebut memancing polemik, namun setidaknya menunjukan bahwa ternyata masyarakat menaruh kepedulian terhadap isu pilpres dengan perhatian yang sangat detail sebagaimana ditunjukan melalui respon mereka terhadap hasil quick count tersebut.

Profesionalistas penyelenggara pemilu dengan aparat keamanan
Dalam konteks profesionalitas penyelenggara pemilu dengan aparat merupakan komponen yang tak kalah pentingnya dalam proses pilpres 2014, berjalan atau tidaknya pilpres tergantung dari penyelenggara pemilu tentunya juga harus berkoordinasi dari pihak keamanan. Namun penyelenggara pemilu dan aparat keamanan harus menjaga prinsip netralitas dan imparsialitas sehingga tidak memberikan perlakuan khusus atau memberikan keuntungan situasi terhadap salah satu calon dan merugikan lawan. Dengan hal inilah netralitas harus dijaga agar perhelatan pilpres dapat berjalan kondusif dan masyarakat tidak terhanyut kedalam isu-isu yang tidak sedap tersebut.

Jika kita cermati secara umum, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pilpres hingga tahapan pemungutan suara telah berjalan dengan lancar tanpa kendala berarti.  Memang masih ada persoalan yang terjadi, namun skalanya relatif kecil dan tidak berdampak signifikan terhadap tahapan pilpres secara keseluruhan.  Tudingan mengenai adanya kecurangan masih sebatas isu yang perlu dibuktikan dan ada mekanisme hukum yang berlaku untuk menyelesaikan masalah tersebut.  Namun demikian, tidak dapat dipungkiri adanya fakta bahwa pemungutan suara telah selesai dengan baik dan presiden terpilih pun sudah ditetapkan.

Penulis: Novisal Bahar

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts