;
twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

1/16/2015 03:02:00 PM
0
Sejak awal tahun 1980-an di tanah air terjadi perubahan nama Jurusan/Program Studi dari pendidikan sosial (PS) menjadi pendidikan luar sekolah (PLS). Setelah berjalan 30 tahun lebih, menggunakan nama PLS maka dengan turunnya surat dari Kementian Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 2300/E3/2014, tertanggal 28 Mei lalu, yang menawarkan perubahan Nomenklatur Program Studi. Maka pada hari kamis 26 Juni 2014 seluruh dosen jurusan/Program PLS se-Indonesia bertemu di hotel Griyo AVI Jalan Raya Darmo nomor 6. tepatnya  jam 15.00 bersepakat merubah nomenklatur dari jurusan/Program studi PLS menjadi Program studi Pendidikan Nonformal.


Pertemuan tokoh-tokoh Pendidikan Luar Sekolah itu baik dosen maupun guru besar ternyata tidak berkeberatan merubah nomenklatur itu, karena nama PLS sudah seperempat abad lebih digunakan. Selain itu nama Dirjen yang ada di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga berubah beberapa tahun silam. Sehingga banyak pertanyaan dari berbagai kalangan kenapa jurusan/program studinya tidak berubah. Hal ini terjawab sudah.

Dengan hasil kesepakatan pertemuan Forum Komunikasi Jurusan PLS dan Ikatan Akademisi Pendidikan Nonformal Indonesia tentang perubahan nomenklatur Program Studi ini, diharapkan: (1) Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) akan mencatumkan nama Program yang benar dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Disertai dengan kode di PDPT. (2) diharapkan Dirjen Dikti akan mensosialisasikan nama program studi yang baru baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, beserta kode, kepada seluruh kementrian teknis terkait maupun kepada dunia usaha dan kerja untuk memudahkan proses rekuitmen.

Selain hal-hal di atas Program Studi Pendidikan Nonformal yang dalam sebuatan baru ini, akan dapat turut serta dalam menyambut: Asean Singgle Economic Cummunity tahun 2015 yang akan datang dari lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia didorong untuk masuk ke pasar global melalui proses penyetaraan pengakuan program studi antara yang diselenggarakan di Indonesia dan di luar negeri.

Tugas pendidikan nonformal ini tidak berubah. Karena sudah menjadi suatu kewajiban bagi dosen, guru besar dan mahasiswa untuk membantu pemerintah dalam penuntasan Keaksaraan yang ada di negeri kita ini, dan masih banyak yang harus dibenahi. Selain itu juga pembinaan ke berbagai pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) lembaga kursus dan pelatihan (LKP) pata tutor, instruktur, widyaiswara, pamong belajar, penilik dan berbagai pekerja pendidikan nonformal lainnya yang tak dapat kami sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini.

Mengapa beberapa waktu lalu terjadinya ledakan penduduk dalam hal tuna aksara? Jawabnya di tahun 1986 atau pertengahan tahun delapan puluhan muncul isi yang menyebutkan:”... prodi PLS yang ada di dilingkungan Fakultas Kefuruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di luar IKIP tidak dibenarkan nemerima mahasiswa baru...”. Akhirnya awal tahun sembilan puluhan, PLS yang berada di Universitas (FKIP) tidak ada mahasiswa. Dosen-dosennya mutasi ke tempat lain atau ke IKIP. Saat itu yang bertahan di tanah air hanya 2 PLS yakni: PLS FKIP Unpar (Kalteng) dan PLS FKIP Jember (Jatim). Selebihnya tidak berani menerima mahasiswa baru. Akibatnya ledakan tuna aksara luar biasa di kantung-kantong yang tidak ada prodi PLS. Siapa yang salah? Jawabnya cari asal-usul yang menghembuskan info itu. Mereka-mereka yang menghembuskan PLS supaya ditutup itulah yang paling berdosa terhadap negara. Karena jumlah buta aksara saat itu selalu meningkat.

Jurusan Prodi PLS itu sejak awal berdiri diberi nama pendidikan masyarakat, berubah lagi ke pendidikan sosial dan dari pendidikan sosial berubah menjadi PLS. Sehingga berubah sebut itu tidak menjadikan persoalan. Karena nama Dirjen-nya juga sekarang berubah-ubah. Yang sekarang diberi nama Dirjen pendidikan non dan Informal.


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts