Dunia pendidikan di
Indonesia belakangan ini banyak mengalami gajolak yang membuat masyarakat tercengang
dalam bidang degradasi moral. Gejolak tersebut misalnya anak SMA yang baru saja
menyelesaikan UN dengan cara UN Berbasis
Komputer ataupun UN tertulis di beberapa sekolah melakukan konvoi hingga
meresahkan warga. Tidak hanya itu kasus smack down yang dilakukan anak SD, geng
motor asal Bandung, kasus beredarnya foto-foto dan video pergaulan bebas antar
remaja, foto-foto syur di situs jejaring sosial dan bahkan bisnis sex lewat
jejaring sosial oleh remaja, kekerasan remaja juga sering menghiasi berita-berita
di koran, banyaknya kasus aborsi pada remaja.
Kasus-kasus
degradasi moral ini tidak hanya terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang,
merujuk pada Global Status Report on
Violence Prevention 2014 menerbitkan data laporan tentang penganiayaan
anak, kekerasan remaja, pelecehan seksual, dan penelantaran manula dari 133
negara. Sekitar 250.000 kasus pembunuhan remaja terjadi sepanjang tahun 2013,
yaitu 43% dari total jumlah pembunuhan global setiap tahunnya sungguh angka
yang patut dikhawatirkan. Kekerasan seksual juga menduduki proporsi yang
signifikan, yaitu 24% gadis remaja mengalami kekerasan dalam rumah tangga
berupa kekerasan seksual pertama mereka.
Laporan
Multi-Country Study on Women’s Health and
Domestic Violence menyebutkan bahwa kekerasan fisik dan intimidasi juga
umum di kalangan remaja. Laporan dari 40 negara berkembang menunjukkan bahwa
intimidasi terjadi pada 45,2% remaja laki-laki dan 35,8% gadis atau remaja
perempuan.
Fenomena
ini sangatah memprihatinkan. Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya
adalah bagaimana ini bisa terjadi di Indonesia yang notabene terkenal dengan
Negara dengan santun dan keramah tamahannya. Banyaknya diskusi mengenai
degradasi moral yang belakangan terjadi tidak berimbas langsung pada masyarakat
dan pendidik dan menjadi hanya wacana perbaikan.
Sebagai upaya
preventif menghadapi permasalahan ini yang terus menerus terjadi dan semakin
meresahkan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengadakan workshop pendidikan karakter dan pekerti
bangsa kepada pendidik di Jawa Timur. Muatan materi pada workshop ini sangatlah menunjang mulai dari penyamaan presepsi antara
Undang-undang nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab” dengan proses pendidikan sesungguhnya di lapangan.
Selain itu juga materi tentang nilai-nilai pembentuk karakter, proses dan
stratergi pendidikan karakter, pendidikan sebagai satu kesatuan dalam program
pendidikan. Materi yang telah dirumuskan ini diharapkan mampu memberikan
perbaikan kualitas karakter praktisi pendidikan anak usia dini di Jawa Timur.
Pada workshop ini pihak dinas pendidikan provinsi
Jawa Timur bersinergi dengan Unesa khususnya dosen PGPAUD. PGPAUD yang
sebelumnya merupakan prodi sekarang telah menjadi jurusan sehingga
kredibilitasnya telah diakui di masyarakat. Dosen yang terlibat sinergi ini
meliputi Nurul Khotimah, S. Pd, M. Pd, Dewi Komalasari, M. Pd, Sri Widayati, M.
Pd, Ruqqoya Fitri, M. Pd dan Kartika Rinakit Adhe, M. Pd Terlibatnya dosen
PGPAUD ini ditekankan pada peserta workshop
yang terdiri dari guru, kepala sekolah, ketua yayasan di pendidikan anak usia
dini. Pada pelaksanaannya diikuti oleh 100 peserta dari berbagai kabupaten dan
kota di Jawa Timur. Workshop ini
bertempat di Malang dan Surabaya, dilaksanakan sebanyak empat gelombang kali
dengan peserta berbeda pada setiap gelombangnya. Waktu pelaksanaannya bulan
Februari – April 2016.
Pada setiap
pelaksanaan workshop peserta mengikuti
dengan sangat antusias. Besar harapan dari pihak dinas pendidikan provinsi dan
juga pemateri dari PGPAUD agar terjadi perubahan kearah lebih baik untuk
menghadapi tantangan pendidikan ke depannya. Setidaknya dari kurang lebih 400
peserta diharapkan mampu mengubah sedikit demi sedikit karakter mulai dari anak
usia dini di setiap daerah. (Kartika Rinakit)
0 komentar:
Posting Komentar