Kampus
adalah mata air ide dan pemikiran dimana mahasiswa seharusnya tumbuh bebas
berpikir dan mengembangkan kesadaran sosialnya. Dia harus hidup dengan realita
masyarakat dan menjadi intelektual-intelektual muda sebagai negarawan yang memiliki
solusi untuk bangsanya. Kampus harus menjadi tempat yang mengobati hausnya rasa
keingintahuan atas ilmu pengetahuan dan juga mengobati dahaga pemikiran, dunia
pergerakan, masalah kesadaran sosial dan terutama sistem moral untuk kemudian
mampu melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang bukan menjadi budak kekuasan
dan hamba atas kepentingan golongan.
PEMIRA adalah
salah satu elemen yang lahir di lingkungan mahasiswa, suatu bagian dari
perwujudan pemerintah di lingkup mahasiswa, bagian penting yang menjadi sarana
belajar memahami realitas masyarakat. Kampus adalah miniatur Indonesia itu
sendiri, dan Pemira lahir menjadi suatu bagian pembelajaran untuk mengenal
bagaimana sebuah pemerintahan dibangun secara demokratis.
Karena itu,
Pemira harusnya menjadi milik kita semua, milik semua mahasiswa yang haus akan
keingintahuan dan lapar akan dinamika demokrasi yang sehat karena Pemira bukan
hanya soal memilih pemimpin yang paling tepat dari kacamata yang kita punya,
tetapi tentang membangun sistem dan membuat konsep terbaik untuk kepentingan
bersama.
Sebagaimana
kampus yang merupakan miniatur Indonesia, maka Pemira adalah miniatur dari
demokrasi dan pemerintahan, sebuah kegiatan perkuliahan terbaik untuk
menanamkan tradisi intelektual dan ujian terbaik untuk melihat siapa yang
paling kuat bertahan dari gejolak pertarungan nilai dan moral. Pemira adalah
sebuah kegiatan kuliah yang mahal dan langka karena hanya bisa didapatkan satu
tahun sekali.
Sesuai
dengan amanat yang disampaikan oleh Prof. Dr. Warsono, M.S, “jadikan kampus
sebagai laboratorium demokrasi”, hal inilah yang menjadikan pegangan para
organisator muda yang mempunyai visi besar dalam mewujudkan Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FIP menjadi ormawa yang
aspiratif, dan bersinergis sesuai dengan tujuan dan harapan seluruh mahasiswa
FIP.
Dalam
serangkaian Pemira FIP 2016 ada beberapa tahap dalam yang sudah ditentukan oleh
KPU-F diantaranya adalah pengambilan berkas, verifikasi berkas, fit and proper test, penetapan calon
tetap, pengambilan nomor urut, kampanye monologis ataupun dialogis BEM-F, hari
tenang, dan sampailah serangkaian puncaknya yaitu Pemilihan Umum Raya (Pemira)
yang diselenggarakan di tiga kampus diantaranya, kampus lidah wetan terdapat 4
TPS yaitu PGSD, PLS, BK-Psikologi, dan MP-KTP, sedangkan kampus gedangan (PLB)
dan dan kampus teratai (PAUD) masing-masing terdapat 1 TPS.
KPU-F telah
berhasil memverifikasi 3 pasangan calon ketua dan wakil ketua BEM-F diantaranya
pasangan nomor urut 1 yaitu Adbul Rajab (PLB) berpasangan dengan Stevy Irine
(KTP), pasangan nomor urut 2 yaitu Basuki Rahmat (PGSD) berpasangan dengan
Rifky Eka (MP), dan pasangan nomor urut 3 yaitu M. Syuhada’ (BK) dan Rizki Dwi
Antari (PLS).
Selain KPU-F
menetapkan calon ketua dan wakil ketua BEM-F, KPU-F juga menetapkan calon
anggota legislatif untuk menduduki kursi di DPM. Adapun jumlah nama calon
anggota legislatif disetiap jurusannya adalah PNF terdapat 7 calon anggota
legislatif, PGSD terdapat 8 calon anggota legislatif, KTP terdapat 7 calon
anggota legislatif, PLB terdapat 6 calon anggota legislatif, PAUD terdapat 3
calon anggota legislatif, MP terdapat 9 calon anggota legislatif, BK terdapat 5
calon anggota legislatif, dan Psikologi terdapat 5 calon anggota legislatif.
Total secara keseluruhan ada 50 yang masuk kedalam bursa pencalonan anggota
legislatif atau DPM di Pemira FIP.
Pemira
berlangsung pada tanggal 3 Maret 2016 dimulai pukul 08.00 hingga 14.00 dan pada
pukul 15.00 dilakukan perhitungan suara. Dari perhitungan suara tersebut,
pasangan nomor 1 mendapatkan 389 suara, pasangan nomor 2 mendapatkan 487 suara,
dan pasangan nomor 3 mendapatkan 806 suara. Dengan ini KPU-F menetapkan
pasangan nomor 3, M. Syuhada’ dan Rizki Dwi Antari sebagai ketua dan wakil
ketua BEM-F periode 2016. Di bursa legislatif, KPU telah menetapkan 37 anggota
DPM di FIP.
Dengan kata
lain, pada tanggal 3 Maret 2016 seluruh mahasiswa FIP melakukan pesta
demokrasi, dan sungguh disayangkan apabila mahasiswa tidak menggunakan hak
pilihnya. Oleh karena itu adanya Pemira harus didukung penuh sebagai
pembelajaran atau menjadi guru bagaimana demokrasi di Indonesia itu dirancang
dan dilakukan, semua bermula dari lingkup kecil kehidupan di kampus, semua
bermula dari kita dan akan kembali kepada kita sendiri. (Novisal Bahar)
0 komentar:
Posting Komentar